Minggu, 13 Mei 2012


 KEPEMIMPINAN DAN MENEJEMEN ORGANISASI§
Oleh: Zaky Mubarok Sarmada[*]
A.      kepemimpinan
1)   Pengertian kepemimpinan
Pemimpin merupakan sumber daya manusia kunci dalam organisasi manapun. Tanpa kepemimpinan sebuah organisasi yang terjadi pastilah kerancuan.
Kebanyakan definisi tentang kepemimpinan mempertalikan fungsi pemimpin dalam organisasi dengan sasaran, Beberapa pengertian     diantaranya (Komaruddin, 1990) :
Ø  Menurut Ordway Tead : Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar orang-orang itu bekerjasama mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Ø  Menurut George R. Terry : Kepemimpinan merupakan kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar orang-orang itu mencapai tujuan kelompok.
Ø  Menurut Keith Davis: Kepemimpinan adalah faktor kemanusiaan yang mengikat kelompok menjadi satu dan mendorongnya menuju tujuan.
Ø  Menurut William H.Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003;262) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu.
Dari beberapa pengertian kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemauan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan organisasi
2)   Tipe-tipe kepemimpinan
a)      Tipe otokratis: Pimpinan yang mendasarkan diri pada perintah/ pemaksaan kehendak dan tidak mempertimbangkan keadaan bawahan.
b)      Tipe suportif: Pimpinan yang mempunyai anggapan bahwa para bawahan ingin bekerja dan berkembang oleh karena itu atasan cukup memberi dorongan.
c)      Tipe demokratik: Pimpinan yang berpendapat bahwa perencanaan pengambilan keputusan dan pengawasan diambil secara bersama-sama antara anggota organisasi.
d)     Tipe birokrasi: Pimpinan yang mendasarkan diri bahwa bawahan harus dibina sesuai aturan sehingga dalam memimpin selalu melaksanakan aturan/ tidak fleksibel sehingga sulit dalam pengambilan keputusan.
e)      Tipe Laissez-faire: Pemimpin yang memberikan kebebasan sepenuhnya pada kelompok atau individu dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini partisipasi pimpinan tidak langsung.
3)   Gaya kepemimpinan
Setiap pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebih baik atau lebih jelek dari pada gaya kepemimpinan yang ada dengan menggunakan dasar tertentu.
Berikut gaya kepemimpinan menurut Jeff Harris :
a)    The Autocratic leader:
Seorang pemimpin yang otokratik menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan, dan untuk mengarahkan, memberi motivasi dan pengawasan bawahan terpusat ditangannya.
b)   The participative leader
Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya partisipasi ia menjalankan kepemimpinannya dengan konsultasi. Ia tidak mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada bawahan mengenai keputusan yang akan diambil.
c)    The free rein leader
Di sini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para bawahan dalam artian pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri di dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
M A S A L A H?
         Masalahnya bukan memilih mana gaya yang terbaik, tapi mana gaya yang paling sesuai untuk suatu situasi
B.  Pengertian menejemen
1)   Pengertian
kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno management, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. sedangkan  secara istilah Menurut Drs. Ero H. Roasidi. menejemen adalah perencanaan dan pengaturan atau bimbingan suatu organisasi dalam hubungannya dengan tata kerja. Dan dengan kewajiban atau tugas pegawainya.  Menurut James A. F. Stone. Menejemen adalah proses perencanaan pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.  Georçv R. Terry, yaitu cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang lain
Dari sini dapat kita definisikan bahwa menejemen adalah adalah proses perencanaan, pengaturan, pengarahan dan pengawasan dinamika organisasi dan penggunaan instrument lainya untuk mencapai tujuan organisasi
2)   Peran menejemen
Menejemen diperlukan dalam sebuah organisasi memiliki peran diantarnya adalah agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Menurut petter F. Dugger  efektif aadlah mengerjakan pekerjaan yang benar dan efisien adalah mengerjakan pekerjaan dengan benar.
3)   Arti penting menejemen
Ø  Untuk mempermudah dalam melaksanakan aktifitas organisasi
Ø  Mempermudah pencapaian tujuan organisasi.
Ø  Untuk menjaga keseimbangan dalam sebuah organisasi
Ø  Mencapai efektifitas dan efisiensi dalam berorganisasi.
4)   Unsur-unsur dalam menejemen
Ø  Planning (perencanaan) : merupakan suatu hal yang esensial yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk menentukasn kebijakan yang harus dilakukan oleh semua pejabat organisasi, baik apa, kapan, dan bagaimana.
Ø  Organizing (pengorganisasian : yaitu pembagian dan pengalokasian tugas dan aktifitas kepada semua komponen organisasi.
Ø  Directing (pengimplementasian): proses pelaksanaan tugas agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta memotivasinya.
Ø  Actuating (pengerak) : mengerakkan orang orang yang ada dalam organisasi untuk bekerja  dan bertindak.
Ø  Coordinating (koordinasi): usaha yang singkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat.
Ø  Controlling (mengontrol): Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan  yang telah direncanakan dan dilaksanakan bisa berjalan sesuai denagn  yang diharapkan
C.  Organisasi
1)        Pengertian
Secara bahasa Organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat.  Sedang secara istilah organisasi menurut para ahli adalah:
Ø  Prof Dr. Sondang P. Siagian, mendefinisikan “organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.”
Ø  Drs. Malayu S.P Hasibuan mengatakan “organisasi ialah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.”
Ø  Prof. Dr. Mr Pradjudi Armosudiro mengatakan “organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.
Dari bebrapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu :
a)    Orang-orang (sekumpulan orang),
b)   Kerjasama,
c)    Tujuan yang ingin dicapai,

2)        Karakteristik organisasi
a)    Organisasi adalah wadah kerjasama dari sekumpulan orang dengan pola interaksi yang telah ditetapkan
b)   Organisasi dikembangkan untuk mencapai tujuan tertentu, oleh karena itu organisasi merupakan kreasi social yang memerlukan aturan
c)    Organisasi secara sadar dan sengaja dikoordinasikan dan disusun sehingga organisasi memerlukan pembagian wewenang
d)   Organisasi merupakan instrumen sosial yang mempunyai batasan yang bisa didefinisikan dan keberadaannya mempunyai basis yang permanent
berkembangnya peran organisasi dalam kehidupan manusia , maka hakekat organisasi menjadi sangat relative tergantung dari sisi dan sudut pandang yang digunakan dan kepentingan yang mendasari berdirinya organisasi.
3)     Fungsi-Fungsi Organisasi :
a)    Mengatur tugas dan kegiatan kerjasama sebaik-baiknya ;
b)   Mencegah kelambatan-kelambatan kerja serta kesulitan yang dihadapi ;
c)    Mencegah kesimpangan kerja ;
d)   Menentukan pedoman-pedoman kerja.
4)        Keuntungan-keuntungan Organisasi :
Organisasi yang baik memberikan keuntungan sebagai berikut :
a)    Setiap orang akan mengerti tugasnya masing-masing ;
b)   Memperjelas hubungan kerja para anggota organisasi ;
c)    Terdapat koordinasi yang tepat antar unit kerja ;
d)   Menggunakan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan dan minat ;
e)    Agar kegiatan administrasi dan manajemen dapat dilakuakn secara efektif dan efisien.

Refleksi
Ini adalah cerita  tentang empat orang yang bernama
Ø  SEMUA ORANG, SESEORANG, SIAPA SAJATAK SEORANG PUN.
Ø  Ada tugas penting untuk dikerjakan dan SEMUA ORANG diminta melakukannya.
Ø  SEMUA ORANG yakin bahwa SESEORANG akan melakukannya.
Ø  SIAPA SAJA bisa melakukannya, tetapi TAK SEORANG PUN yang melakukannya.
Ø  SESEORANG menjadi marah tentang itu, sebab ini tugas SEMUA ORANG.
Ø  SEMUA ORANG menganggap bahwa SIAPA SAJA dapat melakukannya, tetapi  TAK SEORANG PUN yang menyadari bahwa SEMUA ORANG tidak akan  melakukannya.
Ø  Akhirnya, SEMUA ORANG menyalahkan SESEORANG ketika TAK SEORANG PUN melakukan apa yang bisa dilakukan oleh SIAPA SAJA.
Ø  Tugas siapakah itu?
D.  Kepemimpinan dalam islam
Ada beberapa Tolok ukur layak atau tidak seseorang pemimpin dalam islam, antara lain:
Pertama, beriman. Nilai-nilai luhur kepemimpinan yang diajarkan Islam hanya dapat dilaksanakan secara maksimal jika pelakunya seorang mukmin sejati bukan mukmin gadungan.
Kedua, memiliki keahlian. Kemampuan dan keahlian (capability) merupakan syarat mutlak dalam meletakkan amanah dipundak seseorang. Seperti disebutkan dalam teori managemen, 'the right man on the right place'. Islam sudah mengajarkan profesionalisme lewat pesan Rasulullah : 'Jika urusan itu diserahkan pada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya' (H.R.Muslim).
Ketiga, diterima masyarakat (acceptable). Keahlian yang teruji ditambah integritas pribadi yang terpuji membuat seorang pemimpin mudah diterima oleh masyarakatnya. Pemimpin yang memiliki cacat di mata masyarakat terlebih telah melukai hati masyarakatnya tidak layak untuk dipilih. Pemimpin ke depan harus betul-betul bersih, jujur, amanah dan berjiwa reformis sejati.
Keempat, tidak arogan, otoriter dan bersedia menerima koreksi. Pemimpin ke depan adalah pemimpin yang menganggap dirinya sebagai pelayan masyarakat. Hidupnya senantiasa dihabiskan untuk kepentingan rakyat bukan sibuk untuk mengenyangkan perut sendiri berserta kroni-kroninya. Tidak sombong apalagi bergaya Firaun, penguasa zalim.
Kelima, berkualitas. Dari segi fisik, mental dan intelektual. Pengetahuan dan wawasan yang luas, mental dan fisik yang sehat sangat membantu memecahkan persoalan yang akan dihadapi. Rasulullah bersabda: 'seorang mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah ketimbang mukmin yang lemah' (H.R.Muslim).
Keenam, mengupayakan terwujudnya kemaslahatan umat. Segi inilah yang banyak diabaikan oleh para pemimpin saat ini. Orientasi kepemimpinan yang seharusnya ditujukan pada kemaslahatan umat berubah kearah kepentingan pribadi/golongan dan kekuasaan.
Atau singkatnya seperti sifat nabi:
shidiq, orang yang benar. amanah, orang yang jujur. tabligh, menyampaikan pesan-pesan Illahiyah. fathonah, orang yang cerdas, meliputi kecerdasan intektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
E.  HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN DAN ORGANISASI
Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan, yang mana untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan manajemen untuk mengatur orang-orang tersebut, yang mana manajemen tidakakan  berhasil apabila tidak ada pemimpin di dalamnya dan seorang pemimpin pun harus memiliki ilmu kepemimpinan, jadi antara Kepemimpinan, manajemen dan organisasi merupakan suatu sistem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat terpisahkan.


§ disampaikan di Pendalaman Materi-materi Pokok HMI Komisariat Syari’ah STAIN Ponorogo.
[*] Ketua Umum HMI komisariat Syari’ah STAIN Ponorogo periode 2010-2011

Rabu, 25 April 2012

GADAI


GADAI
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah ‘’ TAFSIR AHKAM II ’’


satain.jpg

DOSEN PENGAMPU
LUTFI HADI AMINUDIN. M.Ag.

Disusun Oleh :
TAUFIK QURRAHMAN
NIM : 210209053



JURUSAN SYARIAH
PROGAM STUDI MUAMALAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2010

PENDAHULUAN
Islam telah mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk hidup saling tolong-menolong dengan berdasar pada rasa tanggung jawab bersama, jamin-menjamin, dan tanggung-menanggung dalam hidup bermasarakat. Salah satu contoh ajaran islam adalah hak milik kebendaan yang ditegaskan berfungsi sosial. Hak milik perorangan dalam ajaran islam tidaklah bersifat mutlak, tetapi terkait dengan kewajiban-kewajiban kemasyarakatan, pemilik benda tidak sepenuhnya bebas memperlakukan harta benda miliknya. Dalam mengembangkan harta benda, islam melarang cara-cara yang mengandung unsur-unsur penindasan, pemerasan, atau penganiayaan terhadap orang lain. Begitu juga halnya dengan memberikan pinjaman uang yang amat membutuhkan, tetapi dengan dibebani kewajiban tambahan dalam pembayarannya kembali sebagai timbangan jangka waktu yang telah diberikan amatlah memberatkan pihak peminjam.
Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 283 telah dijelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah di mana sikap tolong-menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam sebuah hadist dari Rasullulah SAW dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah r.a yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah di sana nampak sekali sikap tolong-menolong antara Rasullulah SAW dengan orng yahudi pada saat Rasul menggadaikan baju besinya kepada orang yahudi tersebut.[1]
Berdasarkan pemaparan di atas maka pada hakikatnya fungsi gadai adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dalam bentuk barang yang digadaikan sebagai jaminan, bukan karena semata-mata untuk kepentingan komersial dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan orang lain. Karena itulah makalah ini akan membahas secara mendalam mengenai gadai. Adapan sistematika pembahasan terdiri dari :
1.      Penjejasan tafsir  al-Mufrodat.
2.      Kandungan ayat.
3.      Pengertian gadai.
4.      Dasar hukum gadai, serta pendapat ulama’ tentang gadai.

PEMBAHASAN

Artinya : Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, Karena barang siapa menyembunyikannya, Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hati-nya. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah:283).[2]

TAFSIR AL-MUFRODAT
و ان كنثم عل سفر                  : (Jika kamu dalam perjalanan) yakni sementara itu mengadakan utang-piutang.[3]
ولم تخد وا كا تبا فر هن          : (Sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan). Dalam keterangan lain ر هن diartikan menyerahkan barang untuk dipegang sebagai jaminan atas suatu hak agar dapat dipenuhi pembayaran dengan harganya bila terjadi halangan dalam mendapatkan hak tersebut (kembali).[4]
مقبو ضة                            : (Yang dipegang), yang memperkuat kepercayaanmu.
فإ ن امن بعضكم بعض          : (Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang lain) maksudnya yang berpiutang kepada yang berhutang atas utangnya dan ia tidak dapat menyediakan jaminan.
فليؤ د ا لذ ى ا ؤ تمن             : (Maka hendaklah yang dipercaya itu memenuhi) maksudnya orang yang berutang.
ا ما نته                                       : (Amanatnya) artinya hendaklah ia membayar hutangnya.
و ليتق ا لله ربه                    : (Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya) dalam membayar hutangnya itu.
ولا تكتموا الشها دة               : (Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian) jika kamu dipanggil untuk mengemukakannya.
ومن يكتمها فإ نه اثم قلب        : (Dan barang siapa menyembunyikannya, maka ia adalah orang yang berdosa hatinya) dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi tempat kesksian dan juga apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya, hingga akan menerima hukuman sebagaimana dialami oleh anggota tubuhnya.[5]




KANDUNGAN AYAT
Bolehnya memberi barang tanggungan sebagai jaminan pinjaman, atau dengan kata lain menggadai, walau dalam ayat ini dikaitkan dengan perjalan, tetapi itu bukan berarti bahwa menggadaikan hanya dibenarkan dalam perjalanan. Nabi saw. pernah menggadaikan perisai beliau kepada seorang yahudi, padahal ketika itu beliau berada di Madinah. Dengan demikian penyebutan kata dalam perjalanan, hanya karena seringnya tidak ditemukan penulis dalam perjalanan.[6]
Jika kebetulan  orang yang melakukan utang-piutang itu saling mempercayai, maka hendaklah orang yang dipercayai itu melaksanakan amanatnya dengan sempurna pada waktu yang telah ditentukan. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan jangan pernah sampai mengkhianati amanatnya.[7]
Disini jaminan bukanlah berbentuk tulisan atau saksi, tetapi melainkan kepercayaan dan amanah timbal-balik. Hutang ditetima oleh penghutang, dan barang jaminan diberikan kepada pemberi hutang.
Amanah adalah kepercayaan dari yang memberi terhadap yang diberi atau dititipi, bahwa sesuatu yang diberikan atau dititipkan kepadanya itu akan terpelihara sebagaimana mestinya, dan pada saat yang menyerahkan memintanya kembali, maka ia akan menerimanya utuh sebagaimana adanya tanpa keberatan dari yang dititipi. Yang menerimanya pun menerima atas dasar kepercayaan dari pemberi bahwa apa yang diterimanya, diterima sebagaimana adanya, dan kelak si pemberi/penitip tidak akan meminta melebihi dari apa yang diberikan atau dari kesepakatan kedua belah pihak. Karena itu lanjutan ayat itu mengingatkan agar, dan hendaklah ia, yakni yang menerima atau memberi, bertakwa kepada Allah Tuhan Pemelihara-nya.[8]
Kepada para saksi, yang pada hakikatnya juga memikil amanah kesaksian, diingatkan janganlah kamu, wahai para saksi, menyembunyikan persaksian, yakni jangan mengurangi, melebihkan, atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik hak maupun yang tidak diketahui oleh-nya. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hati-nya.
Tuhan menyandarkan beberapa pekerjaan tertentu kepada hati, sebagaiman Dia menyandarkan beberapa pekerjaan kepada pendengaran dan penglihatan. Di antara dosa-dosa jiwa adalah buruk kasad (niat buruk) dan dengki. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia disiksa karena tidak mau mengerjakan yang ma’ruf, dan mengerjakan yang munkar. Tujuan menulis surat perjanjian dan menghadirkan saksi untuk memperkuat kepercayaan antara si pemberi utang dan si pengutang. Secara hukum surat perjanjian lebih kuat daripada kesaksian. Pemberi utang, yang berutang, dan saksi berpegang pada surat perjanjian.[9]

PENGERTIAN GADAI
Gadai atau hak gadai adalah hak atas benda terhadap benda bergerak milik si berhutang yang diserahkan ke tangan si pemiutang sebagai jaminan pelunasan hutang si berhutang tersebut. Jaminan dengan benda tak bergerak disebut hepotek (hak benda terhadap sesuatu benda tak bergerak yang memberi hak preferensi kepada seseorang yang berpiutang/pemegang hepotek untuk memungut piutangnya dari hasil penjualannya tersebut).[10]
Gadai diadakan dengan persetujuan dan hak itu hilang jika gadai itu lepas dari kekuasaan si pemiutang. Si pemiutang gadai berhak menguasai benda yang digadaikan kepadanya selama hutang si berhutang belum lunas, tetapi ia tidak berhak mempergunakan benda itu.



DASAR HUKUM GADAI
1.      Al-Quran surat Al-baqarah ayat 283.
Artinya : Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, Karena barang siapa menyembunyikannya, Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hati-nya. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah:283)

2.      Hadist Nabi
“Dari Anas, berkata: “Rasulullah telah menggadaikan baju besi beliau kepada seorang yahudi si madinah, sewaktu beliau menghutang syar (gandum) dari orang yahudi tersebut untuk keluarga beliau”. (HR. Ahmad, Bukhari, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Para ulama’ semua sependapat, bahwa perjanjian gadai hukumnya boleh. Namun ada yang berpegang pada zahir ayat, yaitu gadai hanya diperbolehkan dalam keadaan bepergian saja, seperti paham yang dianut oleh Mazhab Zahiri, Mujahid, dan al-Dhahak. Sedangkan jumhur ulama’ membolehkan gadai, baik dalam bepergian maupun tidak, seperti yang dilakukan Rasulullah di Madinah, seperti yang telah dijelaskan dalam hadist di atas.[11]

PEMANFAATAN BARANG GADAI
Adapun mengenai boleh tidaknya barang gadai diambil manfaatnya, beberapa ulama’ berbeda pendapat. Namun menurut Syafi’i dari kesaksian perbedaan pendapat para ulama’ yang tergabung dalam beberapa mazhab, yaitu mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, mazhab Hambali, serta mazhab Maliki sebenarnya ada titik yang mengerahkan menuju kesamaan dari pendapat mereka. Inti dari kesamaan mazhab tersebut terletak pada pemanfaatan barang gadaian pada dasarnya tidak diperbolehkan oleh syara’, namun apabila pemanfaatan barang tersebut telah mendapatkan izin dari kedua belah pihak, maka pemanfaatan barang tersebut diperbolehkan. Untuk lebih jelasnya mengenai pendapat para ulama’ tentang pemanfaatan barang gadaian adalah sebagai berikut :[12]
1.    Ulama’ Syafi’iyah
Manfaat dari barang jaminan atau gadaian adalah bagi yang menggadaikan, tidak ada sesuatu pun dari barang gadaian itu bagi yang menerima gadai. Orang yang menggadaikan adalah yang mempunyai hak atas manfaat barang yang digadaikan, meskipun barang yang digadaikan itu ada di bawah kekuasaan pihak penerima gadai. Kekuasaan pihak penerima gadai atas barang yang digadaikan tidak hilang kecuali ketika mengambil manfaat atas barang gadai tersebut.
Kemudian Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa tasarruf yang dapat mengurangi harga barang yang digadaikan adalah tidak sah, kecuali atas izin penerima gadai. Oleh karena itu tidak sah bagi pihak penggadai untuk menyewakan barang yang digadaikan kecuali atas izin penerima gadai. Selanjutnya apabila yang menerima gadai mensyaratkan bahwa manfaat barang gadai itu baginya yang disebut dalam akad, maka akad tersebut rusak. Sedangkan apabila  mensyaratkannya sebelum akad, maka hal itu dibolehkan.
2.     Ulama’ Malikiyah
Mengenai pemanfaatan dan pemungutan hasil barang gadaian, ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa: hasil barang gadaian dan segala sesuatu yang dihasilkan dari padanya, adalah termasuk hak-hak yang menggadaikan. Hasil gadaian itu adalah bagi yang menggadaikan selama pihak penerima gadai tidak mensyaratkannya. Apabila pihak penerima gadai mensyaratkan bahwa hasil barang gadaian itu untuknya, maka hal itu bisa saja dengan beberapa syarat yaitu:
a.       Utang disebabkan karena jual beli dan bukan karena menguntungkan. Hal ini bisa terjadi seperti orang menjual barang dengan harga tangguh (tidak dibayar kontan), kemudian orang tersebut meminta gadai dengan suatu barangsesuai dengan utangnya, maka hal itu dibolehkan.
b.      Pihak penerima gadai mensyaratkan bahwa manfaat barang gadai adalah untuknya.
c.       Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus ditentukan. Apabila tidak ditentukan dan tidak diketahui batas waktunya, maka menjadi tidak sah.

3.      Ulama’ Hanabilah
Ulama’ hanabilah dalam hal ini memperhatikan barang yang digadaikan itu sendiri, yaitu hewa atau bukan hewan, sedangkan hewanpun dibedakan pula antara hewan yang dapat diperah atau ditunggangi, dan hewan yang tidak dapat diperah atau ditunggangi. Pendapatnya adalah sebagai berikut:
Barang yang digadaikan ada kalanya hewan yang dapat ditunggangi dan diperah dean ada kalanya bukan hewan, maka apabila yang digadaikan berupa hewan yang dapat ditunggangi, pihak penerima gada dapat mengambil manfaat barang gadaian tersebut dengan menungganginya dan memerah susunya tanpa seizin yang menggadaikan. Adapun jika barang tersebut tidak dapat ditunggangi dan diperah susunya, maka dalam hal ini dibolehkan bagi penerima gadai untuk mengambil manfaat barang tersebut dengan seizin dari pihak penggadai dengan catatan gadai itu bukan sebab utang.
4.      Ulama’ Hanafiyah
Menurut ulama’ Hanafiyah tidak ada bedanya antara pemanfaatan barang gadaian yang mengakibatkan kurangnya harga atau tidak, maka apabila yang menggadaikan memberi izin, maka penerima gadai sah mengambil manfaat dari barang yang digadaikan oleh penggadai. Adapun alasan bagi para ulama’ Hanafiyah bahwa yang berhak mengambil manfaat dari barang yang digadaikan adalah sebagai berikut:


a.       Hadist Rasulullah SAW:
“Dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, “sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Barang jaminan utang bisa ditunggangi dan diperah dan atas dasar menunggangi dan memerah susunya wajib nafkah”. (HR. Bukhari). 

b.      Menggunakan alasan berdasarkan akal (rasio).
Sesuai dengan fungsinya barang gadaian sebagai jaminan dan sebagai kepercayaan bagi penerima gadai, maka barang tersebut dikuasai oleh penerima gadai. Dalam hal ini para ulama’ Hanafiyah berpendapat yaitu:
Apabila barang gadaian dikuasai oleh pemberi gadai, berarti keluar dari tangannya dan barang jaminan menjadi tidak ada artinya. Sedangkan apabila barang gadaian dibiarkan tidak dimanfaatkan oleh yang menguasainya, maka berarti menghilangkan manfaat dari barang tersebut, apabila barang tersebut memerlukan biaya untuk pemeliharaannya. Kemudian jika setiap saat pemberi gadai harus datang kepada penerima gadai untuk memelihara dan mengambil manfaatnya, hal ini akan mendatangkan madharat bagi kedua belah pihak terutama bagi pihak pemberi gadai. Demikian pula bila setiap kali penerima gadai harus memelihara dan menyerahkan manfaat barang gadaian kepada pemberi gadai, ini pun sama madharatnya, maka dengan demikian penerima gadailah yang berhak menerima manfaat barang gadaian tersebut karena ia pulalah yang memelihara dan menahah barang tersebut sebagai jaminan.








KESIMPULAN
Gadai atau hak gadai adalah hak atas benda terhadap benda bergerak milik si berhutang yang diserahkan ke tangan si pemiutang sebagai jaminan pelunasan hutang si berhutang tersebut. Jaminan dengan benda tak bergerak disebut hepotek (hak benda terhadap sesuatu benda tak bergerak yang memberi hak preferensi kepada seseorang yang berpiutang/pemegang hepotek untuk memungut piutangnya dari hasil penjualannya tersebut).
Gadai diadakan dengan persetujuan dan hak itu hilang jika gadai itu lepas dari kekuasaan si pemiutang. Si pemiutang gadai berhak menguasai benda yang digadaikan kepadanya selama hutang si berhutang belum lunas, tetapi ia tidak berhak mempergunakan benda itu.
Dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 283 telah dijelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah di mana sikap tolong-menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam sebuah hadist dari Rasullulah SAW dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah r.a yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah di sana nampak sekali sikap tolong-menolong antara Rasullulah SAW dengan orang yahudi pada saat Rasul menggadaikan baju besinya kepada orang yahudi tersebut.
Adapun mengenai boleh tidaknya barang gadai diambil manfaatnya, beberapa ulama’ berbeda pendapat. Namun menurut Syafi’i dari kesaksian perbedaan pendapat para ulama’ yang tergabung dalam beberapa mazhab, yaitu mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, mazhab Hambali, serta mazhab Maliki sebenarnya ada titik yang mengarahkan menuju kesamaan dari pendapat mereka. Inti dari kesamaan mazhab tersebut terletak pada pemanfaatan barang gadaian pada dasarnya tidak diperbolehkan oleh syara’, namun apabila pemanfaatan barang tersebut telah mendapatkan izin dari kedua belah pihak, maka pemanfaatan barang tersebut diperbolehkan.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahali, Imam Jalaluddin dan as-Suyuti,  Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain. (Terjemahan: Bahrun Abubakar). Bandung: Sinar Baru Algensindo.2003.
Ar-Rifa’i, Usamah Abdul Karim. at-Tafsirul Wajiz li Kitabillahil ‘Aziz. (Terjemahan: Ust. Tajuddin). Jakarta: Gema Insani.2008.
Hadi, Muhamad Sholikul. Pegadaian Syari’ah. Jakarta: Salemba Diniyah. 2003.
Hasan, M.Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003.
Hasbi Ash-Shiddieqi, Teungku Muhamad. Tafsira al-Qur’anul Majid an-Nuur. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2000.
Shihab, Quraish. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. 2000.



[1]           Muhamad Sholikul Hadi. Pegadaian Syari’ah. Jakarta: Salemba Diniyah. 2003. 63.
[2]              Usamah Abdul Karim  Ar-Rifa’i.  At-Tafsirul Wajiz li Kitabillahil ‘Aziz. (Terjemahan: Ust. Tajuddin). Jakarta: Gema Insani. 2008. 50.
[3]              Imam  Jalaluddin  Al-Mahali, Dan Imam Jalaluddin  As-Suyuti. Tafsir Jalalain. (Terjemahan: Bahrun Abubakar). Bandung: Sinar Baru Algensindo.2003. 159.
[4]              Ar-Rifa’i. At-Tafsirul Wajiz li Kitabillahil ‘Aziz. 50.
[5]               Imam Jalaluddin Al-Mahali, Dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. Tafsir Jalalain. 159-160
[6]              Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. 2000. 570.
[7]              Teungku Muhamad. Hasbi Ash-Shiddieqi Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2000. 505.
[8]               Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. 571.
[9]               Hasbi Ash-Shiddieqi. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. 506.

[10]             M.Ali Hasan. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. 235.
[11]             Ibid, Hal 554-555.
[12]             Sholikul Hadi. Pegadaian Syari’ah. 2003. 66