Rabu, 25 April 2012

BERSATU DALAM KE-BINEKA-AN


BERSATU DALAM KE-BINEKA-AN
“Kewajiban kita bukanlah untuk menyatukan semua perbedaan yang ada, tetapi menjadikan perbedaan itu sebagai motivasi dan spirit perjuangan kita dalam membangun bangsa. Karena perbedaan itulah yang akan memberikan warna dalam semua gerak langkah kita dalam membangun bangsa ini”.

Indonesia merupakan Negara yang sangat beragam, baik dari segi suku, ras, budaya, maupun agama. Keragaman ini merupakan anugrah terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita yang tidak dimiliki oleh Negara lain dan sudah semestinya kita syukuri. Keragaman ini pula yang memicu semangat kita untuk berbangsa dan bernegara. Kenyataan inilah yang harus kita terima, bahwa Kebinekaan merupakan realitas dalam kehidupan umat manusia. Dalam Al-quran surat Al-Hujarrat ayat 13 dijelaskan:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah”. (QS al-Hujurat:13).

Ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa memang Tuhan sengaja menciptakan manusia dalam keberagaman. Hal ini dikarenakan agar manusia saling mengenal dan menghormati antara satu sama lain. Manusia sebagai makhluk sosial seyogyanya menempatkan dirinya sebagai bagian dari pluralitas tersebut.
Namun terkadang kita lupa akan kenyataan ini, bahwa kita hidup dalam kemajemukan. Merebaknya sikap intoleransi antar umat beragama, maraknya aksi tawuran antar kelompok masyarakat, ditambah lagi dengan munculnya klaim-klaim eksklusif atas kebenaran Tuhan yang dijadikan justifikasi atas semua bentuk kekerasan hanyalah menambah permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini sehingga akan berujung pada kesenjagan sosial dalam masyarakat, padahal di waktu yang sama bangsa ini masih berjuang untuk mengeluarkan diri dari kebodohan dan kemiskinan.
Dalam kitab Shafwât at-Tafâsir, Ali ash-Shabuni menyatakan, “Pada dasarnya, umat manusia diciptakan Allah SWT dengan asal-usul yang sama, yakni keturunan Nabi Adam as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggakan nenek moyang mereka. Kemudian Allah SWT menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan dan berselisih.”
Islam yang datang sebagai agama rahmatanlil’alamin telah membawa rahmat dan kedamaian bagi semesta alam. Rasulullah telah memberikan teladan, bagaimana memperlakukan pemeluk agama lain dengan adil, masyarakat yang dibangun oleh nabi pun akhirnya menjadi masyarakat islam yg menerima kemajemukan. Allah berfirman:
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah: 8).

Di tengah-tengah peradaban manusia arab jahiliah, islam akhirnya mampu merubah tatanan sosial bangsa arab yang mulanya merupakan bangsa beringas yang suka berperang, suka dengan praktek perbudakan menjadi bangsa yang bermoral, hal ini tentunya telah memberikan inspirasi pada kita agar selalu  menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, karena derajat semua manusia di hadapan Allah adalah sama, hanya iman dan takwalah yang membedakannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda:

”Sesunggunya Allah tidak memandang rupa dan harta kalian, akan tetapi Dia memandang hati dan amal perbuatan kalian”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Islam merupakan agama Universal yang memberikan pandangan hidup bagi pemeluknya. Pandangan hidup ini termanifestasikan ke dalam dua aspek spiritual:
1.      Hubungan secara vertical antara Tuhan dengan manusia (Hablum minaAllah)
2.      Hubungan secara horizontal antara manusia dengan manusia (Hablum minannas)

Kedua aspek spiritual di atas merupakan refleksi keimanan seorang muslim sebagai bentuk penghambaannya kepada Tuhan Zat yang maha tinggi. Keduanya saling melengkapi satu sama lain dan tidak bisa terpisahkan. Artinya umat islam tidak hanya diwajibkan untuk beribadah kepada Allah, namun lebih dari itu umat islam juga diwajibkan untuk menjaga hubungan baik dengan sesama umat manusia.
Semoga pemaparan di atas dapat dijadikan sebagai bahan kontemplasi bagi kita, agar kita mampu menangkap semua realitas sosial yang ada di depan kita dan memahaminya sebagai sebuah keniscayaan. Sehingga  semboyan Bineka Tunggal Ika benar-benar bisa dimaknai sebagai “Berbeda dalam Satu” dan “Satu Dalam Perbedaan” bukan sebagai “Kesatuan Yang Menguasai Keragaman” serta dapat terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang adil, makmur dan diridhoi Allah SWT yang tidak terjebak dalam konflik internal bangsa.
Oleh: Taufiqqurrohman
Ketua Bidang PPPA (Penelitian Pengembang dan Pembinaan Anggota) HMI Komisariat Syari’ah STAIN Ponorogo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar