Sebuah Kajian Pergerakan Mahasiswa Dan Platform
Gerakannya
Oleh : *** Qoirul Anam ***
Wasekum Bidang PA (Pembinaan Anggota)
HMI Cabang
ponorogo
Prolog
Di negeri ini mahasiswa berperan
penting sebagai bagian dari masyarakat yang di yakini memiliki kazanah
intelektual yang notabene sarat dengan pemikiran kritis, logis dan idealis.
Tetapi jika kita kaji lebih dalam mengenai hal tersebut tentunya kita sadar
bahwa mahasiswa hanya sebagai bentuk kemunafikan dari elite politik di
Indonesia (baca: Teori Perubahan Politik), buktinya keadaan mahasiswa hanya
menjadi beban bagi masyarakat atas kurangnya kapasitas atau kompetensi sesuai
yang diharapkan. Maka sebagai mahasiswa kita harus mampu dan lebih meningkatkan
kompetensi kita agar terwujudnya kondisi masyarakat yang adil makmur.
Disamping itu mahasiswa merupakan sebuah entitas yang
memiliki posisi yang cukup berada ditengah-tengah masyarakat. Tanpa mahasiswa apa yang akan terjadi
dengan masa depan bangsa Indonesia.
Mahasiswa merupakan gabungan dari dua buah kata; Maha dan Siswa. Maha artinya
besar dan siswa artinya pembelajar. Dari dua buah kata itu, maka Mahasiswa
adalah pembelajar yang memiliki fungsi lebih dari pada hanya belajar tetapi
lebih dari itu mahasiswa memiliki fungsi-fungsi dalam masyarakat. Fungsi-fungsi
mahasiswa yang membedakannya dengan Siswa (pembelajar) adalah fungsi sosial
politiknya.
Fungsi-fungsi
sosial politik Mahasiswa ini diejawantahkan dalam bentuk sebuah pergerakan,
yaitu pergerakan mahasiswa. Dua hal yang (seharusnya) membedakan mahasiswa
dengan gerakan-gerakan sosial politik yang lain adalah intelektualitasnya dan
moralitasnya.
Kondisi Gerakan Mahasiswa
Lain dengan
kondisi nyata pada masa kekinian mengenai pergerakan mahasiswa, mahasiswa
memiliki berbagai permasalahan yang mendasar terkait pergerakannya yang berupa
disorientasi, fragmentasi, positioning, sinergitas serta pola dan strategi. Berikut rincian realitas-realitas tersebut.
1.
Disorientasi
Gerakan
mahasiswa pada saat ini berada pada
stagnasi gerakan. Kelompok-kelompok pergerakan mahasiswa sebelumnya memiliki
tujuan (orientasi) yang sama yakni perubahan (reformasi) dan pembangunan
karakter masyarakat mengenai keadilan sosial. Kedua kesadaran ini menjadikan gerakan mahasiswa sebuah historical block yang bersatu untuk melawan (counter-hegemony)
penguasa pada waktu itu.
Tetapi kondisi mahasiswa sekarang ini mulai kehilangan orientasi. Transisi demokrasi yang mulai berjalan
membuat gerakan mahasiswa sulit menempatkan diri. Pasca reformasi infrastruktur
demokrasi sudah tertata dengan baik (meski dengan berbagai catatan). Seperti
yang kita lihat, supremasi hukum diakui dalam konstitusi, penghormatan pada hak
asasi manusia mulai dihargai, adanya desentralisasi dan otonomi daerah, Checks
and balances lembaga Negara yang mulai berjalan sebagaimana mestinya. Semua itu
sudah dapat dirasakan dalam era transisi dewasa ini. Lalu yang jadi pertanyaan
selanjutnya mengenai apa yang
akan diperjuangkan kembali oleh gerakan mahasiswa bila isu-isu demokrasi pada
era transisi sudah diraih?
2.
Fragmentasi
Tak dapat disangkal lagi, Ideologi selalu terkait dengan mahasiswa.
mahasiswa sebagai intelektual-intelektual kampus pastilah bersinggungan dengan
bermacam-macam paradigma dan ideology-ideologi tertentu dan merupakan sebuah
keharusan bagi itelektual kampus untuk mempelajari berbagai macam teori dan
paradigma serta ideologi. Tetapi pada saat ideology yang berada pada ranah
teori berada pada ranah praksis maka muncul berbagai macam masalah. Penerapan ideology pada ranah praksis tanpa
disertai penyikapan yang kritis akan membuat mahasiswa jatuh kepada kubangan
egoisme dan arogansi intelektual yang merasa kelompok ideologisnya yang paling
benar. Sehingga setiap kelompok mencurigai kelompok lainnya. Inilah yang
sekarang terjadi pada gerakan mahasiswa.
penerapan ideology tanpa disertai penyikapanyang kritis, pada akhirnya
menjadikan mahasiswa susah melakukan konsolidasi internal.
Mahasiswa sekarang ini mendefenisikan reformasi menurut mereka sendiri-sendiri. Tidak adanya
platform tunggal yang dapat menjadi titik temu berbagai macam gerakan-gerakan
mahasiswa turut menjadikan gerakan mahasiswa terfragmentasi menjadi
kelompok-kelompok kecil.
3.
Positioning
Seiring berjalannya waktu, terjadi penguatan
lembaga-lembaga non-pemerintah yang non-mahasiswa yang dahulu dibatasi. Hal ini menjadi sebuah peluang, namun
sekaligus menjadi sebuah tantangan bagi gerakan mahasiswa yang tidak memiliki
platform yang jelas sehingga positioning-nya pun tidak jelas. Hal ini mengakibatkan
gerakan mahasiswa seakan “tertinggal” dari gerakan yang lain.
4.
Sinergisitas
Karena gerakan sosial bukanlah sebuah gerakan elitis maka gerakan
sosial yang ada baik gerakan-gerakan mahasiswa maupun gerakan-gerakan
non-mahasiswa perlu melakukan sebuah sinergisitas dalam pergerakannya. Selama
ini gerakan mahasiswa terkesan bergerak sendiri-sendiri tanpa ada keserasian
dalam pergerakan. Apa yang diperjuangkan oleh sebuah gerakan mahasiswa
sepertinya tidak sinergi dengan gerakan mahasiswa lainnya. Bila arogansi
ideologis menyebabkan fragmentasi dalam tubuh gerakan mahasiswa. maka penyebab
dari tidak sinergisnya gerakan mahasiswa adalah arogansi almamater.
Juga gerakan mahasiswa dengan gerakan non-mahasiswa selama ini terdapat
kesan ingin saling mendominasi gerakan sosial di masyarakat seperti klaim dari
gerakan mahasiswa bahwa merekalah yang paling berperan sebagai agent of sosial
change.
5.
Pola dan strategi
Selama ini gerakan mahasiswa terjabar dalam citraan-citraan yang sudah tertanam
dalam benak mahasiswa sendiri. Mahasiswa selalu dicitrakan sebagai
individu-individu yang idealis. Mahasiswa juga disebut-sebut sebagai penyambung
lidah rakyat, mahasiswa yang lebih baik hidup terasingkan dalam ruang kelas
yang sempit dari pada menyerah pada kemunafikan.
Seharusnya jika benar-benar memahami hak-hak masyarakat yang sebenarnya,
maka sudah seyogyanya kita merubah paradigma untuk pembngunan nilai sosial
kemasyrakatan. Rakyat harus benar-benar menjadi target utama dalam dalam hal tersebut, bukan sebagai alasan
bagi mahasiswa untuk mencarai kuntungan pribadi.
Platform Gerakan Mahasiswa
Secara
garis besar platform gerakan yang penulis tulis ini lebih merupakan sebuah bentuk
transformasi dari bentuk dan pola gerakan yang selama ini dimainkan oleh Anak
Gerakan (Baca : Pejuang Tanpa Akhir).
1. Transformasi Isu
2. Transformasi Karakter
|
||||
3.
Transformasi Pola dan Bentuk Gerakan
|
||||||||||
|
||||||||||
|
||||||||||
|
||||||||||
Note :
- Perlu difahamai bahwa transformasi tidak selalu berarti “meninggalkan” melainkan “lebih menekankan kepada” sebab dalam bebarapa hal pola-pola lama masih relevan digunakan (misalnya aksi massa dsb)
- Untuk memtranformasikan isu kita harus mampu membaca isu yang berkembang di masyarakat, kemudian mencoba memetakan kedalam strategi terkait solusi yang akan diambil nantinya.
- Menentukan sikap untuk menanggapi masalah yang ada dalam masyarakat, dan kalau terlalu riskan kita harus turun kejalan supaya tidak berlarut-larut dan labih mampu mengakomodir gerkan yang lebih intelektual dan bermoral.
- Dan untuk jangka panjangnya harus mampu mengkomunikasikan kepada masrakat dan kepada pemerintah agar masalah yang terjadi dapat terselesaikan. Serta memperluas jaringan agar pergerakan semakain masif dan sinergis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar